Searching for Sugarman (2011): Musik, Kekuasaan, dan Habitat

 Apakah kamu dapat membayangkan tentang album rekaman seorang artis yang hanya terjual enam kopi saja? Ini benar-benar terjadi di Amerika Serikat tahun 1970-an. Sang artis bernama Sixto Rodriguez tersebut bukannya seorang penyanyi ataupun pencipta lagu yang buruk. Buktinya, nyaris di waktu yang bersamaan, albumnya meledak di Afrika Selatan dan menjadi salah satu lagu tema perjuangan bagi anak-anak muda di sana untuk melawan politik apartheid. Lebih daripada itu, dua album Rodriguez yang berjudul Cold Fact (1970) dan Coming from Reality (1971) membuat namanya di Afrika Selatan lebih terkenal daripada Elvis Presley ataupun Rolling Stones. Lantas, apakah yang membuat nasibnya sedemikian malang di Amerika Serikat?

Pertanyaan ini dicoba dijawab lewat petualangan Stephen “Sugar” Segerman dan Craig Bartholomew Stredom dalam menelusuri siapa sesungguhnya figur bernama Rodriguez tersebut. Petualangan dua orang asal Afrika Selatan tersebut difilmkan oleh Malik Bendjelloul dalam format dokumenter. Film berjudul Searching for Sugarman ini menjadi menarik karena kenyataan bahwa keberadaan Rodriguez sesungguhnya menjadi misteri. Sedikit sekali orang di Amerika Serikat yang tahu tentang siapa Rodriguez dan bagaimana kelanjutan nasibnya pasca dua albumnya yang gagal di pasaran tersebut –termasuk pertanyaan apakah dia masih hidup?-.

Jika mendengarkan lagu-lagu Rodriguez seperti Sugar Man, Crucify your Mind, Cause dan Inner City Blues, maka barangkali banyak orang setuju bahwa kualitasnya sama sekali tidak jauh dari Bob Dylan yang pada waktu itu sangat terkenal. Keduanya sama-sama mengusung aliran balada, membuat lirik bertema kemanusiaan, dan punya suara yang khas –bahkan jika mau diakui, kemampuan vokal Rodriguez berada di atas Dylan yang memang terkenal “tidak bisa menyanyi”-. Jika demikian, apa yang membuat Rodriguez menjadi tidak laku?

Pada titik ini, kita tidak bisa menyalahkan telinga para pendengar yang tidak pandai menilai musik. Pada masa itu, sepertinya kenyataan bahwa Rodriguez adalah seorang hispanik adalah pertimbangan mengapa pamornya dibuat tidak sebanding dengan Dylan yang kulit putih. Industri musik khawatir dengan nama sekaligus wajahnya yang “sangat tidak Amerika” akan membuat albumnya minim pembeli. Tanpa sempat dipromosikan secara layak, memang akhirnya Cold Fact maupun Coming from Reality hanya terjual dengan jumlah yang bisa dihitung dengan jari. Namun sekali lagi, jangan salahkan warga Amerika, tapi salahkan industri yang diskriminatif mengaitkan musik dengan ras tertentu.

Pertanyaan berikutnya, mengapa musik Rodriguez bisa sedemikian terkenal di Afrika Selatan? Banyak faktor. Pertama, jika di Amerika Serikat industri jadi biang keladi jatuhnya nama sang artis, maka di Afrika Selatan industri ini yang menjadi unsur pendorong keterkenalan Rodriguez. Kedua, ada korelasi menarik antara lagu-lagu Rodriguez dengan gerakan anti apartheid di Afrika Selatan. Menurut Segerman, “Setiap perjuangan membutuhkan lagu tema. Menurut kami, lagu-lagu Rodriguez sangat cocok dengan perjuangan kami.” Misalnya, dalam satu lagu yang berjudul Establishment Blues, terdapat lirik seperti ini: Gun sales are soaring, housewives find life boring / Divorce the only answer smoking causes cancer / This system’s gonna fall soon, to an angry young tune / And that’s a concrete cold fact. Meski tidak menyindir kekuasaan, lirik dalam lagu Sugar Man memberi legitimasi bagi kebebasan anak muda untuk berekspresi meski harus lewat obat-obatan: Sugarman/ Won't ya hurry/ Coz I'm tired of these scenes / For a blue coin / Won't ya bring back / All those colours to my dreams / Silver majik ships, you carry / Jumpers, coke, sweet MaryJane.

Kita bisa saja menuduh lirik tersebut hanya dikait-kaitkan saja dengan isu perjuangan. Namun yang terpenting adalah kenyataan bahwa musik Rodriguez menemukan habitatnya. Ia tidak menjadi penting bagi industri musik di Amerika Serikat namun dapat menjadi krusial bagi industri musik di Afrika Selatan. Ia tidak dikenal di Amerika Serikat –karir musisinya redup dan ia berubah menjadi seorang aktivis buruh- tapi menjadi inspirasi banyak orang di Afrika Selatan. Rodriguez gagal jadi bintang besar di televisi, tapi ternyata –ketika Segerman dan Stredom berhasil menemukannya hidup dan segar bugar- ia menjadi pahlawan bagi keluarga dan masyarakat sekitar. Rodriguez ternyata tidak takluk oleh kekuasaan yang pernah menindasnya.

Syarif Maulana


aarc

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Instagram