Apakah
kamu dapat membayangkan tentang album rekaman seorang artis yang hanya terjual
enam kopi saja? Ini benar-benar terjadi di Amerika Serikat tahun 1970-an. Sang
artis bernama Sixto Rodriguez tersebut bukannya seorang penyanyi ataupun
pencipta lagu yang buruk. Buktinya, nyaris di waktu yang bersamaan, albumnya
meledak di Afrika Selatan dan menjadi salah satu lagu tema perjuangan bagi
anak-anak muda di sana untuk melawan politik apartheid. Lebih daripada itu, dua
album Rodriguez yang berjudul Cold Fact (1970) dan Coming from Reality (1971)
membuat namanya di Afrika Selatan lebih terkenal daripada Elvis Presley ataupun
Rolling Stones. Lantas, apakah yang membuat nasibnya sedemikian malang di
Amerika Serikat?
Pertanyaan ini dicoba dijawab lewat petualangan Stephen “Sugar”
Segerman dan Craig Bartholomew Stredom dalam menelusuri siapa sesungguhnya
figur bernama Rodriguez tersebut. Petualangan dua orang asal Afrika Selatan
tersebut difilmkan oleh Malik Bendjelloul dalam format dokumenter. Film
berjudul Searching for Sugarman ini menjadi menarik karena kenyataan bahwa
keberadaan Rodriguez sesungguhnya menjadi misteri. Sedikit sekali orang di
Amerika Serikat yang tahu tentang siapa Rodriguez dan bagaimana kelanjutan nasibnya
pasca dua albumnya yang gagal di pasaran tersebut –termasuk pertanyaan apakah
dia masih hidup?-.
Jika
mendengarkan lagu-lagu Rodriguez seperti Sugar Man, Crucify your Mind, Cause
dan Inner City Blues, maka barangkali banyak orang setuju bahwa kualitasnya
sama sekali tidak jauh dari Bob Dylan yang pada waktu itu sangat terkenal.
Keduanya sama-sama mengusung aliran balada, membuat lirik bertema kemanusiaan,
dan punya suara yang khas –bahkan jika mau diakui, kemampuan vokal Rodriguez
berada di atas Dylan yang memang terkenal “tidak bisa menyanyi”-. Jika
demikian, apa yang membuat Rodriguez menjadi tidak laku?
Pada titik ini, kita tidak bisa menyalahkan telinga para pendengar
yang tidak pandai menilai musik. Pada masa itu, sepertinya kenyataan bahwa Rodriguez
adalah seorang hispanik adalah pertimbangan mengapa pamornya dibuat tidak
sebanding dengan Dylan yang kulit putih. Industri musik khawatir dengan nama
sekaligus wajahnya yang “sangat tidak Amerika” akan membuat albumnya minim
pembeli. Tanpa sempat dipromosikan secara layak, memang akhirnya Cold Fact
maupun Coming from Reality hanya terjual dengan jumlah yang bisa dihitung
dengan jari. Namun sekali lagi, jangan salahkan warga Amerika, tapi salahkan
industri yang diskriminatif mengaitkan musik dengan ras tertentu.
Pertanyaan
berikutnya, mengapa musik Rodriguez bisa sedemikian terkenal di Afrika Selatan?
Banyak faktor. Pertama, jika di Amerika Serikat industri jadi biang keladi
jatuhnya nama sang artis, maka di Afrika Selatan industri ini yang menjadi
unsur pendorong keterkenalan Rodriguez. Kedua, ada korelasi menarik antara
lagu-lagu Rodriguez dengan gerakan anti apartheid di Afrika Selatan. Menurut
Segerman, “Setiap perjuangan membutuhkan lagu tema. Menurut kami, lagu-lagu
Rodriguez sangat cocok dengan perjuangan kami.” Misalnya, dalam satu lagu yang
berjudul Establishment Blues, terdapat lirik seperti ini: Gun sales are
soaring, housewives find life boring / Divorce the only answer smoking causes
cancer / This system’s gonna fall soon, to an angry young tune / And that’s a
concrete cold fact. Meski tidak menyindir kekuasaan, lirik dalam lagu Sugar Man
memberi legitimasi bagi kebebasan anak muda untuk berekspresi meski harus lewat
obat-obatan: Sugarman/ Won't ya hurry/ Coz I'm tired of these scenes / For a
blue coin / Won't ya bring back / All those colours to my dreams / Silver majik
ships, you carry / Jumpers, coke, sweet MaryJane.
Kita bisa saja menuduh lirik tersebut hanya dikait-kaitkan saja
dengan isu perjuangan. Namun yang terpenting adalah kenyataan bahwa musik
Rodriguez menemukan habitatnya. Ia tidak menjadi penting bagi industri musik di
Amerika Serikat namun dapat menjadi krusial bagi industri musik di Afrika
Selatan. Ia tidak dikenal di Amerika Serikat –karir musisinya redup dan ia
berubah menjadi seorang aktivis buruh- tapi menjadi inspirasi banyak orang di
Afrika Selatan. Rodriguez gagal jadi bintang besar di televisi, tapi ternyata
–ketika Segerman dan Stredom berhasil menemukannya hidup dan segar bugar- ia
menjadi pahlawan bagi keluarga dan masyarakat sekitar. Rodriguez ternyata tidak
takluk oleh kekuasaan yang pernah menindasnya.
Syarif Maulana
Syarif Maulana
Tidak ada komentar:
Posting Komentar