Berita: Sebarkan Semangat Kebangsaan lewat Tadarusan (Tribun Jabar)


RABU (12/9) sore lalu terdapat pemandangan yang lain dari biasanya di selasar Museum Konperensi Asia Afrika (MKAA) yang berlokasi di ujung belokan Jalan Braga dan Asia Afrika, Bandung. Berbagai acara mulai dari peluncuran buku dan album musik hingga hingar bingar pementasan musik pun sempat menjadi kilasan perhatian warga Bandung yang melewati lokasi tersebut. 

Setiap Rabu sore di MKAA biasanya memang hampir selalu senyap, walaupun banyak anak-anak muda yang kongkow bareng sambil melakukan foto-foto, juga banyak anak muda yang tergabung dalam komunitas Asia Afrika Reading Club (AARC) melakukan diskusi tentang buku yang terkait Konperensi Asia Afrika (KAA). Namun Rabu kemarin itu AARC tengah menggelar syukuran dalam memperingati ulang tahunnya yang ke-3.

Acara yang dimulai sejak pukul 15.30 itu berlangsung meriah hingga sekitar pukul 19.00. Mulai dari pagelaran performance Catur Pilar, sambutan-sambutan, Peluncuran Buku `Bandung Ibukota Asia Afrika', Album musik `Hidup dan Membiarkan Hidup', kaos tematik `Bandung Ibukota Asia Afrika', hingga pementasan musik berlangsung penuh dengan keceriaan dan suka cita.

"Perayaan ulang tahun kali ini lebih fokus untuk menggali kreasi dari semua penggiat di AARC. Kalau tahun lalu kami mengundang banyak komunitas luar untuk tampil, tapi sekarang mencoba agar masing-masing anggota AARC berupaya menunjukan karyanya mulai dari lukisan, menulis buku, musik, dengan harapan kawan-kawan untuk terus termotivasi berkarya. Sehingga memunculkan semangat, ide-ide baru yang bisa dituangkan dalam gerakan kebudayaan," kata Adew Habtsa, Sekjen AARC saat ditemui Tribun di sela berlangsungnya acara.

Melalui gerakan kebudayaan itu, lanjut Adew, juga diharapkan mampu membuat anak muda tetap semangat  dan menjadi media yang ampuh untuk menyampaikan kritik, memberikan perlawanan terhadap hal-hal yang merusak, yaitu dengan seni musik dan sastra.  Seperti tema yang diusungnya sekarang ini, Bandung Ibukota Asia Afrika diharapkannya mampu memberi makna lain buat Kota Bandung selain sebutan untuk Kota Bandung sebelumnya.

"Dengan tema Bandung Ibukota Asia Afrika diharapkan Bandung mampu kembali memberi inspirasi bagi negara-nagara lain dalam konteks kekinian. Karena dulu tahun 1955, Bandung memberi inspirasi bagi negara-negara lain untuk lepas dari penjajahan," katanya.

Untuk kegiatan utamanya yang dilakukan AARC dikatakan Deni Rachman, salah seorang pendiri AARC yang sekarang menjadi penasihat, adalah melakukan diskusi tentang buku yang terkait dengan Konferensi Asia Afrika yang digelar setiap Rabu sore hingga malam. Acara diskusi buku itu mereka akrab dengan menyebutnya `tadarusan'. Hingga sekarang ini AARC sudah melakukan tadarusan terhadap 3 buku, yakni buku Bandung Connections, Asia Future Shock, dan Tonggak-tonggak Perjalananku karya Alisa Pramujoyo.

"Kedepannya kami berharap ke Gerakan Nonblok, karena kita harus beranjak, atau mungkin ke buku-buku tentang sastra, filosofi atau ideologi Asia Afrika. Jadi kami akan terus mengembangkannya, buku-buku yang dibaca tidak hanya buku tentang sejarah KAA tapi semua buku yang memiliki nilai-nilai dan berkonteks Asia Afrika," kata Deni.

Menurut Deni AARC adalah komunitas yang berdiri pada 15 Agustus 2009 bersamaan dengan adanya acara Festival Kemerdekaan di MKAA itu tidak mengikat dengan sistem keanggotaan. Karenanya komunitas ini tidak dibuat secara organisatoris dan tidak cocok dikomersialkan. Semua yang hadir di komunitas karena inisiatif pribadi, masing-masing kemampuan dari setiap orang itulah yang disumbangkannya untuk kegiatan AARC.

"AARC sendiri terbentuk karena saat itu pihak MKAA dalam hal ini Kepala MKAA Isman Pasha dan Nunung Nurhyati bertemu dengan kami yang saat itu ada saya, Adew Habtsa, dan Ahda Imran, lalu tercetus MKAA berkeinginan adanya kegiatan di MKAA yang berusaha menggali maksud dari KAA agar manfaatnya juga bisa diketahui dan dirasakan oleh generasi muda sekarang," tutur Deni.

Saat itu diakui Deni masih merasa belum tahu apa-apa yang akan dilakukan, bahkan nama AARC juga belum terbayang. Tapi setelah Deni membaca buku Bandung Connections karya Roeslan Abdul Gani yang diberikan oleh Deswan, barulah Deni mampu menjabarkan kegiatan yang harus dilakukan. "Setelah saya benar-benar paham tentang buku itu yang intinya menggambarkan tentang peacefull for existance, hidup berdampingan secara damai, muncul ide-ide praktis, seperti membuat klub reading (AARC). Jadi saat AARC diluncurkan itu materinya belum ada, selama tiga bulan setelah diluncurkan itu mulai ada bentuk kegiatan. 

Tadarusan yang menjadi program utama," papar Deni sambil menyebutkan bahwa awalnya yang ikut diskusi itu hanya 4 sampai 5 orang, tapi sekarang bisa diikuti oleh puluhan orang.

Antusiasme anak muda yang menjadi kerap datang ke MKAA ini diakui Pelaksana Harian (PLH) MKAA Ely Nugraha, sebagai momentum yang baik dalam menggalang cinta museum di kalangan anak muda. Apalagi kegiatan mereka banyak mengilhami dan menyebarkan jiwa-jiwa patriot kepada yang lain. Bahkan semangat AARC ini menyebar keluar komunitasnya hingga ke klub-klub lain yang ada di MKAA, mulai dari klub budaya Jepang, Mandarin, Prancis, Esperanto, Sunda dan Arab, lalu ada klub menggambar, menulis, diskusi open shop. Hingga akhirnya terbentuk Sahabat MKAA yang memanage semua klub yang ada.

"Orang berpendapat umumnya orang berkunjung ke museum hanya dua kali selama hidupnya. Pertama waktu mendapat tugas dari sekolah,SD/SMP/SMA dan kedua setelah menjadi orangtua saat mengantar anak atau cucu. Jadi dengan adanya klub-klub ini menjadikan MKAA kerap dikunjungi anak-anak muda. Sebagai penghargaan kepada komunitas-komunitas ini MKAA mendukung penuh setiap kegiatanklub yang ada termasuk melakukan syukuran hari jadinya setiap klub," kata Ely. (*)

Penulis : ddh
Editor : jan


aarc

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Instagram