PERIHAL JALAN DAMAI



Tuan-puan, mari masuk, dan rasakanlah khusyu gedung bersejarah ini yang telah mengharamkan kolonialisme dan lebih menjunjung tinggi perdamaian dunia. Ada yang mesti kita potret, bukan melulu berpose manis di luar gedung ini, berbusana penuh pesona, pasangan muda-mudi bercengkerama, beserta jajanan khas berselera berserakan menelikung gedung, sesekali masuklah kemari, dan potretlah segala benda, patung, bendera, foto-foto, serta teks-teks yang barangkali akan bangkitkan diri dari pemujaan pada wajah atau tubuh yang mudah rubuh lantaran keluhkesah berkepanjangan. Sesekali mencoba memotret fragmen sejarah dan artefak dari masa silam ini dengan hati dan semangat belajar yang tiada berhenti.


Tuan-puan, silakan masuk, dan tataplah dengan arah kesungguhan yang nyata bahwasanya jalan damai telah dibuat para pendahulu bangsa, mahaguru dunia yang acap menghantarkan kita untuk senantiasa menghormati martabat kemanusiaan. Melalui gedung ini rute perdamaian makin jelas dan terang hingga takseorangpun semestinya menjadi bingung apalagi uring-uringan, padahal semua orang yang melintasi jalan ini akan menemukan ketenangan, lebih jauh kesejahteraan lahir dan batin terupayakan.Tidakkah tanpa kedamaian, mustahil kita akan berkarya, membangun Negara menuju perkara-perkara yang disetujui semua lapisan masyarakat? Entah itu pendidkan yang harus maju, kesehatan yang harus terpenuhi, atau rasa keadilan yang mesti terterapkan, tanpa pandang bulu.



Pada pemandangan yang berbeda, orang-orang marah, tua maupun muda, di jalan lontarkan amarah pada bis, pada sepeda motor, pada penumpang, pada lalulalang pejalan kaki, pada kesemerawutan angkutan kota,pada jalan berlubang, juga pada aroma knalpot dan bising suara mesin terus menderu, amarah pun berlanjut di rumah-rumah, lalu di kantor-kantor, di kafe dan restoran, di warung-warung pinggiran jalan, di panggung musik dan perhelatan budaya lainnya, marah pada situasi, pada rasa nyeri yang datang takmau mengerti, atau marah pada penguasa negeri yang lebih asyik sibukkan diri mencari uang dan kuasa, katanya sih begitu. Saban hari urat syaraf menegang, naik pitam, lantaran dari hal-hal remeh menggelitik suara untuk membentak, menyalak, hingga luapkan dendam menghentak. Seperti takada lagi episode kelembutan jiwa, hanya marah dan marah.



Pada panorama yang sungguh menyesakkan dada, anak-anak kecil berperan sebagai apasaja menggelandang di jalan, di lampu penyeberangan, di troatar, mengais harapan. Takhanya itu sekelompok remaja ugal-ugalan, menyongsong hari esok dengan memacu kendaraan bermotor, bisingkan suasana,, merobek gendang telinga. Lantas segelintir pemusik jalanan mencoba merangsek pikuk angkutan kota dengan nyanyian dan ancaman yang terkesan halus, tapi menakutkan oleh sebab ucapan mereka jauh dari nyaman. Sementara itu pencopet, penjambret, pencuri, hingga koruptor bertumbukan di jalan-jalan, silang-sengkarut, adu senjata, lakukan teror bertubi-tubi, sampai kemiskinan dalam stadium akut, sukar terobati. Akhirnya nyawa-nyawa takberdosa pun melayang lagi, berjatuhan di areal bumi yang makin kacau balau saja, seperti takada rasa aman lagi, bagaikan malapetaka terdahsyat yang menimpa pada semua jelata, tapi takmemiliki daya upaya untuk berbuat sesuatu di tempat ia dilahirkan dan dibesarkan, pasrah dan pasrah saja.



Tuan-puan, kami persilakan Anda tenang dan kembali mencecap setiap ruang, setiap diorama, setiap ujaran, segala kisah yang pasti akan kuatkan kesadaran dan ingatan kita, betapa pentingnya menengok masalalu, supaya hidup di masa kini dan mendatang takkehilangan jatidiri dan haluan. Dari gedung agung ini kita coba pelajari dan renungkan apapun yang akan kita perbuat, agar taksalah lagi melangkah, ya inilah Gedung Merdeka, gedung yang telah mengembuskan semangat memerdekakan segenap bangsa kulit berwarna dari aneka macam penindasan, penyiksaan, serta penghisapan satu kelompok manusia atas manusia lainnya. Dari gedung ini pula telah bergema semangat untuk memajukan perdamaian dunia. Dan kini jalan itu telah terbentang, melalui tanah, lewati sungai, batas kota, sawah dan ladang, perkebunan, selat, laut, pulau-pulau terluar, dan barangkali sampai juga di rumah saudara kita lainnya, di tempat-tempat yang takada dalam peta dunia. Perlu diulang lagi, jalan damai telah membentang dan menghampar juga doa, tercipta dari kesadaran bahwa kita harus hidup dan membiarkan orang lain hidup sebagaimana mestinya.



Mengapa ada keengganan, mengapa harus malas, mengapa kita takmau menjejaki jalan ini, jalan yang meski terlihat menanjak, tapi ketahuilah di tempat paling atas nanti akan ada pemandangan yang menakjubkan,dus mengagumkan, takjauh beda dengan cita-cita kita dalam beragama: ada surga di dunia ini. Aneh bin ajaib, kita malah menyukai sederet jalan yang barangkali menurun, lalu bisa tertawa terbahak-bahak, bersenang-senang, bahkan lupa dengan siapa diri kita ini yang sebenarnya, padahal sesungguhnya di depan, ada jurang kebinasaan yang kelak hancurkan perikehidupan kita. Katakanlah bahwa diantara kita: tiada bosan mempraktikkan sejumlah kebodohon dan kepicikan hidup dengan menganiaya dan merampas hak orang lain.



Asal tahu saja, jalan damai adalah jalan yang telah ditempuh para pendiri bangsa,Soekarno-Hatta dalam menggapai Indonesia Merdeka, seperti tertuang dalam gagasan pemikiran YB Mangunwijaya (1997) bahwasanya Soekarno-Hatta dkk selalu mencari jalan damai, jalan tanpa kekerasan. Tanpa mengabaikan hak membela diri bila kekerasan dipakai lawan. Hal ini bukan berarti kita takmemiliki senjata, kekuatan tentara, atau kekuasaan yang hebat, akan tetapi kita pun perlu mencermati strategi yang tepat dan akurat untuk terciptanya kemerdekaan yang sudah diharapkan bersama.



Lebih jauh dari itu, jalan damai merupakan jalan bagi hati yang terbuka dan peka, sehingga mau berbicara, berdialog, ingin mengetahui satu sama lain, ingin memahami satu kelompok dengan kelompok lainnya, ingin mengenal antara satu puak dengan puak lainnya, tanpa harus ada yang tersakiti, tersiksa, bahkan terbunuh di tengah perjalanan sejarah bangsa. Tentu ini semua jadi renungan bersama dalam upaya memajukan ketertiban dunia dalam kerangka perdamaian internasional. Keberbagaian di antara kita niscaya bukanlah faktor penghancur yang meniadakan satu dengan yang lainnya, bukan begitu. Melainkan sebagai penentu dan perekat keutuhan berbangsa dalam pergaulan hidup sehari-hari. Dari ajaran adiluhung terpapar: tidaklah tujuan penciptaan manusia yang beranekarupa ini, kecuali untuk saling mengenal satu sama lainnya.



Tuan-puan, mari kita tempuh jalan damai, bukan malah mengobarkan peperangan yang justru menyengsarakan hidup di dunia. Semoga menyenangkan jalan yang akan kita lalui ini.



Bandung, Mei 2012



Adew Habtsa

aarc

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Instagram