IHWAL PAHLAWAN



Masih sebagaimana dahulu, kita terlantar, dihajar sebelumnya oleh ajaranajaran kurang ajar. Mungkin saya takpantas untuk mendongeng, menceritakan siapa pahlawan sesungguhnya buat anakanak yang takmau selamanya manja. Seperti yang lain, ramairamai merindukan pahlawan, sebentar lagi umbulumbul menyembul, bendera Negara mengentara diatas dirgantara. Semoga takdir buruk menepi, terdampar di pantai apasaja. Anakanak takjelas citacitanya. Kembali membunuh orangtua mereka, perlahanlahan dongeng pahlawan makin hayali. Oh kalian mengasyiki setiap cerita dari kotak ajaib, dan pelanpelan menjadi pahlawan, mengabarkan kemerdekaan pada khalayak agar hidup layak, selayaklayaknya.


Bapak yang baik meneleponku ingin mengetahui apakah aku membaca stensilan atau berjudi atau mempreteli uang ibu bapak kita takpeduli bangkrut nantinya. Lalu ia katakan upacara pengibaran bendera takboleh disiasiakan. Kita isi dengan percintaan paling mesra dengan tiang bendera, teks pembukaan undangundang, atau nyanyi kebangsaan yang sudah lama tidak kita simak secara tamak. Mendapat apa untuk menyerang, menghajar, sekaligus belajar, bergiat, sedangkan kami kehabisan dongeng, oleh lantaran dicuri banci dekat taman sebelah sekolah pembunuh lelah. Diantara tukang nasi goreng dan pecel lele para banci menegur saya untuk selalu beribadat, bersembahyang semampunya, takada transaksi dan mereka mengaku pejuang.



Wah, janganjangan ini selembar dongeng yang takcengeng. Malam tak berjaket, janji ketemu teman terabaikan. Siapa lagi yang akan berguna lalu bangunkan lelap tidur kami, seabrek mimpi makin jelek saja, jauh dari apa yang disebut pembaharuan. Kamu akan makan apa, takada yang bisa dimakan. Lebih baik kita samasama lahap dongeng pahlawan di hari yang lebih merdeka. Biar kami jadi merendah, indah dan lepaslah gundah. Dongeng apa yang bagus, yang pantas saya ceritakan pada adikadik yang berusaha manis. Seteguk air dan wafer hanya cukup menutupi beberapa lubang gigi geraham. Sang kancil malah jadi bodoh, taksecerdik dulu, Bawang putih justru kian sexy saja, sedang bawang merah takterberitakan lagi rimbanya. Puteri salju jadi takkemayu, entah apa pasalnya. Lalu sinderella makin takrela dibawah ketiak sang pangeran, membangkang kini ia.



Padahal sebentar lagi republik ini akan menghitung harihari yang akan tumpah di sebuah buku, dibedah materi ajar di hotelhotel berbintang dan berbulan bundar dan bertahuntahun pula masih menyala duka bocahbocah negeri. Saya makin cadel, takfasih ucapkan kemerdekaan, malumalu, ingin rasanya berpidato, seperti juga pekik dari masa silam. Namun tercekik tangan lembut para gadis kami, tepat di batang kemaluan ini. Mudah-mudahan dongeng baik diterima baik, di tangan penyair berparas baik. Karena angin bertiup takterlalu kencang, mustahil rusak tanaman, angin

ini pula yang telah memberi petunjuk pada keberadaan bandit, maling, dan begundal di pesta ternista. Akhir dari keceriaan hidup merebak semerbak, tertipu saya. 



Jujur ucapan terucap tanggung, apa sejarah kembali terulang, mengguling rangsangan serombongan anakanak ibupertiwi, yang takseharusnya merangsang warna merah putih untuk berubah jadi warna lain. Wah,ternyata kalian jadi belanda, jadi pejuang,jadi baju yang lugu. Ayo, untuk sesaat saja saya lemparkan dongeng pahlawan ini ke haribaan senjata tertajam di dunia.



Agustus 2011



Adew Habtsa

aarc

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Instagram