Temanku
Cepong setelah sekian lama menghayati ide revolusi dari Marx akhirnya putus asa
juga. Ia tak kunjung sampai dan selalu gagal di perjuangan skala kecil
pabrikan. Lantas untuk mempertahankan gagasan itu agar tetap lestari di jiwanya,
ia menarik-narik ide Revolusi Marx ke ranah yang paling kecil dan sentimentil
yaitu ke ranah individu.Lalu dikiranyalah revolusi adalah soal perubahan di ri,
misalnya dari tidak pernah mandi menjadi sering mandi.Lama sekali ia
mempertahankan keyakinan itu sebelum akhirnya ia bertemu dengan kawan karibnya
Colay.
Dalam masa penantiannya bertemu Colay, ia kadung puas dengan keyakinannya itu. Maka ia cenderung menyendiri dan tidak mau ambil pusing mengenai soal-soal di luar sana. Ia sendiri, ia bergulat dengan problem-problem dirinya saja. Sepertinya ia trauma, takut jika harus keluar berjabat dengan persoalan skala besar yang sekaligus melibatkan dirinya dan orang lain. Sudah cukup, buatnya revolusi adalah soal perubahan diri semata.
Tapi tidak, Colay datang
membawa ide-ide mutahir tentang revolusi. Tentu saja yang dimaksud mutahir
di sini adalah berkebalikan dengan propaganda makna yang diluncurkan oleh rezim
yang sempat berkuasa lebih dari tiga puluh tahun, rezim orde baru. Colay
bilang, revolusi adalah soal sosial, soal redistribusi tanah dan soal sarana
produksi agar jangan dipegang oleh segelintir atau seorang saja. Fungsi
revolusi akan menjadi kabur jika ia ditarik-tarik ke ranah individu. Bayangkan,
apa yang mau direvolusi jika masing-masing orang sudah merasa puas dengan
"self revolution" itu. Tak usah lagi ada kritik terhadap praktik
ekonomi kapitalis, tak usah ada lagi kritik terhadap imperialisme atau
kolonialisme baru.
Sebut saja, masyarakat itu,
yaitu masyarakat yang telah sampai kepenuhan revolusi adalah masyarakat
comunist. Di mana, sarana-sarana produksi vital tidak lagi dikuasai oleh
segelintir orang tetapi dimanfaatkan secara bersama-sama secara gotong royong. Namun
di fase ini, yaitu saat ambisi komunistis belum positif di lapangan kenyataan,
jangan diasumsikan sebagai cita-cita atau tujuan semata sebab implikasi sikap
dari pengandaian komunistis sebagai cita-cita atau tujuan semata akan berakibat
pada keputusasaan jika tidak kunjung mewujud atau akan dianggap utopis. Melainkan
harus diasumsikan sebagai aksioma atau colay bilang sebuah
"keimanan".
Komunist yang sudah
termaktub di dalamnya gagasan revolusi, harus dipandang sebagai iman, bukan
tujuan bukan cita-cita semata. Sebab keimanan tidak menuntut penuntasan
pahala segera. Keimanan berhidmat pada proses dan menuntut konsekuensi-konsekuensi
sikap yang berkaitan dengan gagasan yang diimani. Keimanan pada komunist
adalah gagasan, adalah praktik sekaligus cita-cita.
Sudah diskusi Colay dengan
Cepong dilakukan dengan panjang dan berkeringat tapi sambil banyol.Akhirnya
bermuara pada sikap Cepong yang menganulir keyakinannya dahulu, dan segera
disosor dengan pertanyaan tajam dari Colay ke Cepong, "Berimankah kamu
pada komunisme"? Sejenak Cepong terdiam dan meminta waktu pa da
Colay untuk menyusun jawaban yang padahal singkat.
Yoga ZaraAndritra, 31 Oktober 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar