Menarik sekali mengikuti diskusi di acara Indonesia Bicara yang disiarkan
oleh Global TV. Terutama statement-statement yang dilontarkan Usman Hamid dan
kritiknya terhadap lembaga survey serta kehidupan demokrasi di Indonesia.
Menurutnya, berdasarkan pada gagasan Robert Dawn, demokrasi di kita adalah
demokrasi dangkal yang pada prakteknya adalah oligarki.
Sebab, seperti
yang tercermin dalam hasil survey dan mekanisme survey yang dilakukan
lembaga-lembaga survey. Lembaga survey di kita terjebak pada paradigma pikir
yang berfokus pada elit-elit bukan pada platform/program apa dan ideologi apa
yang diusung sehingga mampu membawa Indonesia menyelesaikan masalah-masalahnya.
Menurutnya, demokrasi di kita maknanya menjadi dangkal karena hanya
berkutat di seputar elit-elit parpol.
Sehingga pantas
jika Indonesia jalan di tempat. Demokrasi tidak melahirkan perubahan yang
membawa Indonesia mampu menyelesaikan masalah-masalahnya. Demokrasi hanya
semacam event yang diselenggarakan buat mengganti pemimpin saja/pigur saja, dan
abai berbicara problem-problem real Indonesia beserta penyelesaiannya melalui
program, visi dan ideologi yang jelas.
Kiranya itu
yang membuat sebagian besar rakyat Indonesia apatis terhadap parpol. Karena
parpol maknanya tidak lebih hanya sekedar kendaraan bagi mereka para elit yang
ingin berkuasa. Parpol hanya sekedar kendaraan yang memunculkan elit-elit
tertentu terpisah jauh dari rakyat. Elit-elit ini dengan parpolnya kemudian
jadi asik sendiri di dunianya, yaitu dunia elit atau dunia pertempuran antar
parpol, sementara rakyat jauh di sana.
Di sinilah
civil society menjadi penting, sebab ia setidaknya mampu mewadahi orang-orang
yang tidak terakomodir (diakomodir) aspirasi politiknya di parpol. Selain itu,
civil society/ masyarakat non parpol, non pemerintah berfungsi juga sebagai
kontrol terhadap parpol sekaligus terhadap pemerintahan.
Namun lagi-lagi
pada praktiknya, masyarakat non parpol ini pun adakalanya bentukan parpol juga.
Sehingga alih-alih berperan sebagai kontrol terhadap parpol atau pun
pemerintahan, ia malah lebih memerankan dirinya sebagai kepanjangan tangan/
pembela mati-matian parpol yang melahirkannya. Maka independensi dan
keberpihakan terhadap rakyat tidak bisa diharapkan lagi sehingga mustahil mampu
menjalankan fungsi kontrolingnya terhadap parpol dan pemerintahan.
Maka mesti ada
ideologi yang tegas-tegas berpihak kepada rakyat dan mesti ada pengorganisasian
masyarakat non parpol, sehingga ia menjadi kekuatan yang mampu mengimbangi dan
mengcounter manuver-manuver rusak parpol di pemerintahan. Sehingga independinsi
dan keberpihakan komunitas masyarakat non parpol tersebut terjaga. Jika terjaga
maka ia akan mampu menjalankan fungsi kontrolingnya terhadap parpol sekaligus
pemerintahan.
Ada sebagian
orang yang menyamakan parpol dengan politik. Dikiranya politik adalah parpol
dan parpol adalah politik. Sehingga manakala parpol rusak, maka ia tidak
percaya lagi pada parpol sekaligus juga pada politik. Ia tidak mau tau tentang
politik, hak-hak politiknya ia tidak gunakan. Sebab politik dipahami sebagai
parpol dan ia sudah kadung kecewa terhadap parpol. Padahal politik adalah soal
jalan menuju kebajikan bersama (Aristoteles). Saat ia abai, berarti ia abai
mengupayakan kebajikan bersama dan membiarkan orang lain merenggut kebajikan
tersebut dan mengisinya dengan nilai-nilai korup, misalnya melalui parpol.
Sadar politik
tidak mesti masuk parpol tertentu. Sadar politik adalah sadar kedaulatan, ke
mana ia harus berpihak, dan sedang mengupayakan nilai-nilai apa bersama siapa.
Masyarakat non parpol, wujud konkritnya bisa berupa Kelompok tani, kelompok
ternak, komunitas keagamaan, LSM, ORMAWA, dan lain-lain. Di bawah ini
saya akan kutipkan pernyataan Umberto Eco tentang politik, dalam bukunya
‘Tamasya dalam Hiperealitas’ (terj.):
“.....para kritikus
sastera dan akademisi itali pun menulis kolom-kolom untuk memperjuangkan
hal-hal yang bersifat politik, bukan hanya sebagai bagian dari watak dasar
profesi mereka, melainkan juga sebagai kewajiban.”
Maka,
berpolitik bukan hanya soal berpihak pada partai politik mana dan atau masuk
parpol apa. Berpolitik adalah soal jalan yang ditempuh dan dibangun menuju satu
kebajikan bersama, entah melalui parpol atau tidak.
Mudah-mudahan barokah. Wassalam.....
Cidadap, 9 Juli 2012
Yoga ZaraAndritra
Yoga ZaraAndritra
Tidak ada komentar:
Posting Komentar