Ulasan Tiap Pertemuan Tadarusan Buku Seratus Tahun Haji Agus Salim


Ulasan Tadarusan Buku
"Seratus Tahun Haji Agus Salim"


Pertemuan ke-4, 
Museum KAA, Bandung, 
23/03/2016.

Agus Salim dan Dunia Kepenulisannya

Oleh: Muhnizar Siagian

Pada pertemuan AARC kali ini, Pembahas adalah seorang budayawan Jawa Barat, Hawe Setiawan dan dimoderatori oleh Muhnizar Siagian.

Hawe memulai dengan menyoroti dunia kepenulisan Agus Salim sebagai Penerjemah. Agus Salim selain menjadi jurnalis, juga menerjemahkan buku mulai dari buku sejarah, hingga dunia Islam.

Penerjemahaan bisa dilihat dari banyak sisi, di antaranya Agus Salim sebagai penerjemah menjadi jembatan pemikiran antara dunia masyarakatnya dan dunia yang lebih luas.


Pengetahuan tentang aktivitas menerjemahkan Agus Salim menambah kuat argumentasi kita, bahwa Pejuang di masa itu, dekat dengan dunia kepenulisan.

Sebagai diplomat yang tajam pikiran juga kuat daya pikat bahasanya, Agus Salim melakukan hal yang sama dengan dunia penerjemahan, menerjemahkan, dan menjembatani 2 pemikiran bangsanya dan bangsa lain, juga sebaliknya.

Penting dicatat, Agus Salim masuk ke dalam tokoh Islam paling berpengaruh dalam waktu itu, dengan julukan "fajar asia".


Membicarakan Agus Salim, membicarakan perjuangan tanpa henti untuk mengubah bangsa dari berbagai sisi, salah satunya dengan pengetahuan, sebuah bangsa tinggi derajatnya di mata bangsa lain.


_______________________________________________________

Pertemuan ke-2, 
Rumah Bersejarah Inggit Garnasih, 
Bandung, 09/03/2016.

Agus Salim dan Pilihan Hidup
oleh: Muhnizar Siagian

Menjadi seorang pejuang kemerdekaan, cum jurnalis, penulis, intelektual, diplomat dan masih panjang keahlian yang Agus Salim punya, silakan dilanjutkan mau mengkategorikan Agus Salim apa.



Pada pertemuan kedua, beberapa Peserta mengemukakan pendapatnya mengenai pilihan hidup tentu krisis-krisis yg menghadang untuk tetap pada pilihan itu.



Pak Mif memulai dengan beberapa teori psikologis perkembangan manusia yang dijabarkan dengan sangat baik. 


Lalu Pak Mif sedikit mengkritisi, di diri Agus Salim tidak hanya bisa dilihat dari aspek motorik, afektif, dan kognitif tapi ada lagi yaitu aspek estetik dan humanis.



Diplomasi bagi Agus Salim bukan hanya dilihat dari segi keahlian akal, tapi di sana ada unsur diplomasi sebagai cara yang punya estetika, punya keindahan, bukan juga hanya mencapai keinginan kita, tapi di sana ada aspek kemanusiaan.

Latar belakang Agus Salim yang banyak membaca humaniora dan dekat dengan banyak pemikiran filsafat, membuat Agus Salim bisa memerankan banyak peran dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia, menjadi tempat bertanya banyak pemuda.

Pak Mif, yang melemparkan pemikiran ini disambut beberapa peserta lainnya, yang menyampaikan Agus Salim menjalankan Islam bukan hanya dalam ibadah, namun dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, berjuang membebaskan bangsa dari kolonialisme, dari perbudakan.  Bukankah jalan yg sukar lagi mendaki itu membebaskan budak, dalam hal ini kolonialisme Belanda dan fasisme Jepang di Indonesia?

Tadarusan dihadiri oleh 18 orang Peserta (data presensi). 



_______________________________________________


Pertemuan ke-1,
Museum Konperensi Asia-Afrika
Bandung, 02/03/2016.

Agus Salim dan Kita Hari Ini
oleh: Muhnizar Siagian

AARC, membuka lembaran baru pada buku-buku pemikiran tokoh bangsa. Setelah Sukarno, H. O. S.  Tjokroaminoto, Sjahrir dan Hatta, Agus salim seperti menunggu dengan sabar bersama cerutu dan kejenakaannya yang khas.


Komunitas ini akan menyelami pemikiran Agus Salim dengan menadaruskan buku "Seratus Tahun Haji Agus Salim" yang diterbitkan saat itu bertepatan dengan peringatan satu abad   Agus Salim (1884-1984). Ditulis oleh banyak tokoh, baik Indonesianis, saksi sejarah juga teman-teman beliau ketika hidup.

Pada pertemuan pertama, Komunitas AARC kedatangan Deni Rachman dan Pak Taufik, sebagai pemantik diskusi.




Deni Rachman yang dikenal pegiat buku tua, memperkenalkan buku-buku yang telah ditulis Agus Salim.  Dan Pak Taufik bercerita banyak tentang perjalanan Agus Salim dalam banyak jalan yang ia lalui: agama, politik, pendidikan, dan pemikirannya.



Moderator di pertemuan pertama ini meminta Peserta diskusi yang hadir untuk ikut merumuskan topik diskusi apa yang akan diangkat pada pertemuan selanjutnya, dan bisa disimpulkan ada beberapa pembahasan yang akan dikaji.

Dari usul Peserta, disimpulkan: Pertama, mengenai pemikiran Agus Salim mengenai Islam. Kedua, mengenai perjuangan diplomasi Agus Salim. Ketiga, mengenai politik dan kesederhanaan Agus salim, dan selanjutnya mengenai kejenakaan Agus salim juga kedekatan beliau dengan filsafat.

"The Grand Old Man", begitulah sebuah tabloid memberi gelar Agus Salim. Dan komunitas AARC terus berusaha, membaca kalimat demi kalimat pemikiran Agus Salim, untuk merawat Indonesia, merawat gagasan, dan mengingat bangsa ini sebagai bangsa yang besar.

*Tadarusan dihadiri oleh 23 orang Peserta (data presensi).

aarc

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Instagram